Minggu, 16 Juni 2013

Masalah Pokok Perekonomian Indonesia

Pemerintah adalah ibarat seorang nahkoda yang sedang menjalankan sebuah kapal. Di dalam jangka pendek ia harus dapat menjaga kondisi kapalnya agar terhindar dari berbagai ancaman selama perjalanan. Sedangkan di dalam jangka panjang, nahkoda tersebut harus berusaha agar kapalnya dapat mencapai tujuan yang diinginkan/ dicita-citakan. Tentu saja dalam kenyataannya perjalanan kapal yang dinahkodainya tidak semulus yang direncanakan, banyak sekali rintangan dan masalah yang selalu mengintai dan harus siap dipecahkan begitu muncul menghadangnya.
Itulah kira-kira gambaran mengenai peran pemerintah di dalam kehidupan perekonomian suatu negara, tidak terkecuali pemerintah Indonesia. Di dalam jangka panjang pemerintah harus mengantarkan masyarakat Indonesia kepada kemakmuran, kesejahteraan lahir dan batin, serta harus menghadapi masalah jangka panjang seperti masalah pertumbuhan ekonomi. Sedangkan di dalam jangka pendek pemerintah dituntut untuk selalu dapat membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif/mendukung semua pihak. Sedangkan dipihak lain masih harus menghadapi masalah-masalah ekonomi jangka pendek yang terkenal dengan istilah ‘tiga penyakit pokok ekonomi’. Yang lebih akan kita bahas dalam diktat ini adalah kondisi dan karakteristik tiga penyakit pokok ekonomi tersebut. Dan sesungguhnya keberhasilan pemerintah dalam jangka panjang tidak terlepas dari kemampuannya menangani masalah-masalah ekonomi jangka pendek ini.

PENGANGGURAN
Meskipun banyak jenis pengangguran yang muncul dalam perekonomian Indonesia, namun secara umum pengangguran akan lebih banyak memberi dampak yang kurang baik bagi kegiatan ekonomi negara. Pengangguran akan menyebabkan perekonomian berada kondisi di bawah kapasitas penuh, suatu kapasitas yang dihaparkan. Pengangguran juga akan menyebabkan beban angkatan kerja yang benar-benar produktif menjadi semakin berat, disamping secara sosial pengangguran akan menimbulkan kecenderungan masalah-masalah kriminalitas dan masalah sosial lainnya.
Sebelum lebih jauh kita bicarakan pengangguran, kita lihat terlebih dahulu komposisi penduduk Indonesia. Dari seluruh penduduk Indonesia, kita bagi dalam penduduk usia kerja ( PUK ), yakni penduduk yang memiliki usia ‘pantas’ kerja yakni antara 15 tahun sampai dengan 65 tahun. Meskipun pada kenyataannya, seperti negara berkembang lainnya, penduduk dengan usia di bawah 10 tahun pun telah bekerja. Sedangkan secara umum penduduk di luar usia kerja tersebut dinamakan penduduk di luar usia kerja ( PDUK ), yakni para balita dan manula. Dari PUK masih dibagi dengan angkatan kerja ( AK ) dan bukan angkatan kerja ( BAK ). AK adalah mereka yang memiliki usia kerja yang seharusnya sedang bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Sedangkan BAK adalah mereka yang secara usia berada dalam kelompok usia kerja, namun karena keadaan dan kondisi tertentu yang membuat mereka belum dapat bekerja, yakni para pelajar, ibu rumah tangga, dan mereka yang menderita cacat. Kelompok AK selanjutnya dibagi menjadi kelompok yang bekerja ( B ) dan yang tidak bekerja ( TB ). Kelompok TB inilah yang benar-benar merupakan pengangguran, karena mereka berada dalam usia kerja dan mereka tidak sedang mencari ilmu, tidak juga seorang ibu rumah tangga, maupun cacat, namun tidak bersedia bekerja. Inilah yang kemudian menjadi beban masyarakat. Sedangkan kelompok bekerja adalah angkatan kerja yang benar-benar bekerja dan dibagi dalam bekerja penuh ( BP ) dan setengah bekerja ( SB ). Yang dimaksud dengan bekerja penuh adalah angkatan kerja yang memiliki jam kerja standar ( 7-8 jam kerja sehari ). Sedangkan setengah bekerja, adalah angkatan kerja yang hanya bekerja kurang dari jam kerja standar. Mungkin disebabkan sistem kerja shift yang diterapkan oleh perusahaan. Setengah bekerja ini sendiri masih dibagi menjadi setengah bekerja kelihatan dan setengah bekerja yang tidak keliatan.

Adapun jenis-jenis pengangguran yang dapat disebutkan diantaranya adalah :
Pengangguran friksionil : yakni penganggurang yang terjadi karena seseorang memilih menganggur sambil menunggu pekerjaan yang lebih baik, yang memberikan fasilitas dan keadaan yang lebih baik.
Pengangguran struktural : yakni pengangguran yang terjadi karena seseorang diberhentikan oleh perusahaan, karena kondisi perusahaan yang sedang mengalami kemunduran usaha, sehingga terpaksa mengurangi tenaga kerja.
Pengangguran teknologi : adalah pengangguran yang terjadi karena mulai digunakannya teknologi yang menggantikan tenaga manusia. Seringkali pengangguran ini terjadi karena kemampuan dan keahlian pekerja yang tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
Pengangguran siklikal : yakni pengangguran yang terjadi karena terjadinya pengurangan tenaga kerja yang secara menyeluruh, dikarenakan kemunduran dan resesi ekonomi. Sehingga ini mirip dengan pengangguran struktural, hanya pada pengangguran jenis ini, kejadiannya adalah lebih meluas dan menyeluruh.
Pengangguran musiman : yakni pengangguran yang terjadinya dipengaruhi oleh musim. Jenis pengangguran ini sering terjadi pada sektor pertanian. Misalnya ketika masa tanam dan panen, mereka berbondong-bondong bekerja dan setelah masa tersebut mereka kembali tidak memiliki pekerjaan.
Pengangguran tidak kentara : yakni pengangguran yang secara fisik dan sepintas tidak kelihatan, namun secara ekonomi dapat dibuktikan bahwa seseorang tersebut sesungguhnya menganggur. Untuk memberi gambaran mengenai pengangguran ini, kita pergunakan ilustrasi berikut :

Suatu unit produksi yang mempekerjakan 10 orang mampu menghasilkan output sebanyak 10 ton. Suatu ketika manajer produksi mencoba mengurang tenaga kerja yang ada dalam unit produksi itu menjadi 5 orang saja. Ternyata unit produksi yang hanya terdiri dari 5 orang tersebut tetap dapat menghasilkan 10 ton. Dalam kejadian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun secara fisik ada 10 orang yang bekerja dalam unit produksi tersebut, namun sesungguhnya ada lima orang yang menganggur, ini dibuktikan dengan output yang tidak mengalami penurunan dengan adanya pengurangan tenaga kerja.
Terakhir adalah yang disebut dengan setengah menganggur, yakni mereka yang bekerja dengan jam kerja di bawah rata-rata jam kerja normal yang berkisar 7 sampai 8 jam sehari.
Selain istilah di atas, ada beberapa rasio yang berkaitan dengan pengangguran tersebut. Rasio-rasio tersebut diantaranya adalah :
Dependency ratio, rasio ini menggambarkan seberapa besar beban secara ekonomi yang sebenarnya ditanggung oleh penduduk usia kerja terhadap penduduk di luar usia kerja. Formulasinya dapat dilihat pada lampiran.
Tingkat partisipasi angkatan kerja, adalah rasio yang mengukur seberapa besar dari penduduk yang berada dalam usia kerja yang benar-benar merupakan angkatan kerja. Rasio-rasio lain mengenai pengangguran dapat dilihat pada lampiran.

Secara umum tidak ada satupun negara yang berhasil membebaskan negaranya 100 % dari pengangguran ini. Namun demikian jika suatu negara dapat menyisakan pengangguran tersebut hanya untuk mereka yang memang terpaksa tidak atau belum dapat bekerja ( karena manula, cacat, sedang belajar ) hal ini sudah dapat dikatakan negara tersebut telah berada dalam kondisi yang  ‘full employment’ atau tingkat penggunaan tenaga kerja penuh.
Di Indonesia sendiri pemerintah terus berupaya mengatasi pengangguran ini, karena pemerintah dan masyarakat menyadari bahwa pengangguran akan memiliki dampak negatif yang lebih besar. Beberapa langkah dan kebijaksanaan pemerintah yang pernah, sedang dan akan dilakukan diantaranya adalah :
1. Yang paling mendasar adalah dengan mengatasi masalah kependudukan, yakni dengan mencoba mengendalikan pertumbuhan penduduk, karena disadari bahwa pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat akan memicu munculnya pengangguran di masa datang, jika tidak diimbangi dengan peningkatan kegiatan produksi.
2. Dengan tidak melupakan prinsip APBN, akan menambah sektor pengeluaran, baik itupengeluaran pemerintah maupun pengeluaran dari sektor investasi swasta guna mendukung terciptanya peningkatan kegiatan ekonomi yang diharapkan dapat membuka peluang dan kesempatan kerja yang lebih banyak.
3. Di pihak lain dengan memberikan dan mengarahkan pendidikan sumber daya ke arah yang lebih mendesak, dengan memperbanyak pusat-pusat pelatihan kerja, serta dengan memberi kemudahan bagi pengelolaan sekolah-sekolah kejuruan. Harapannya agar kemampuan tenaga kerja Indonesia menjadi lebih siap dalam menyambut tantangan dunia kerja.
4. Usaha lainnya adalah dengan mencoba membuka kesempatan dan lapangan kerja di daerah-daerah yang selama ini kurang berkembang kegiatan ekonominya. Sehingga proses pemerintaan kesempatan kerja menjadi lebih terjamin keberhasilannya, selain mengurangi konsentrasi tenaga kerja di pulau jawa.
5. Tidak lupa di sektor luar negeri, mulai digalakkannya ekspor jasa berupa tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri, meskipun untuk langkah terakhir ini masih memerlukan usaha yang lebih keras dari semua pihak,agar kepentingan dan nasib pekerja yang bekerja di luar negeri lebih baik.


INFLASI
Banyak sudah komentar, pendapat, dan pandangan mengenai apa yang disebut inflasi. Jika didengarkan secara sepintas tampaknya komentar-komentar tersebut lebih mengarah pada suatu kesimpulan bahwa inflasi tersebut berbahaya, inflasi itu sesuatu yang buruk bagi perekonomian. Tidak jarang pula inflasi harus menerima tuduhan sebagai penyebab gagalnya berbagai kegiatan ekonomi suatu negara. Benarkah demikian ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut mari kita bahas secara sepintas masalah inflasi yang termasuk salah satu penyakit ekonomi tersebut. Inflasi sering diartikan sebagai suatu kecenderungan naiknya harga-harga secara umum dalam waktu dan wilayah tertentu. Dari pengertian itu dapat diambil beberapa poin penting mengenai inflasi, bahwa inflasi ini terjadi :
- Diwarnai kenaikkan harga-harga komoditi secara umum, atau dapat dikatakan hampir setiap komoditi mengalami kenaikkan.
- Dapat diketahui dan dihitung jika telah berjalan dalam kurun waktu tertentu dan dalam wilayah tertentu. Di Indonesia sendiri digunakan waktu sebulan atau setahun dalam mengetahui terjadinya dan besarnya inflasi yang terjadi.
Dengan demikian jika kenaikkan harga tidak menyeluruh, atau jika menyeluruh namun hanya terjadi dalam kurun waktu yang sangat singkat dan dalam wilayah tertentu yang terbatas, maka istilah inflasi menjadi agak kurang tepat disebutkan.
Banyak ahli ekonomi kemudian mengulas dan kemudian membagi inflasi ini menjadi beberapa pengertian menurut beberapa sudut pandang.
Jika dilihat dari parah tidaknya, atau besar kecilnya inflasi yang muncul, inflasi dapat dibagi dalam :
Inflasi ringan jika nilainya berkisar
0 % s/d 10 %
Inflasi sedang jika nilainya berkisar
10 % s/d 30 %
Inflasi berat jika nilainya berkisar
30 % s/d 100 %
Hyperinflasi jika nilainya
> 100 %
Perekonomian Indonesia sendiri pernah mengalami keempat istilah tersebut.

Jika dilihat dari sebab-sebab kemunculannya dibagi dalam :
Inflasi karena naiknya permintaan
Inflasi karena naiknya permintaan, yakni inflasi yang terjadi karena adanya gejala naiknya permintaan secara umum, sehingga sesuai dengan hukum permintaan maka hargapun secara umum akan cenderung naik. Proses terjadinya dapat dilihat dari grafik berikut :

images


Adanya kenaikan permintaan akan menyebabkan garis permintaan ( D ) bergeser ke kanan menjadi garis ( D’), dan hal ini mengakibatkan harga keseimbangan naik menjadi P1. Dan jika semua komoditi mengalami kejadian seperti ini, maka inflasi akan muncul. Sisi baik dari inflasi yang disebabkan naiknya permintaan ini adalah bahwa kenaikan dalam harga juga diimbangi dengan naiknya komoditi yangg diproduksi, sehingga meskipun harga naik, namun cukup tersedia komoditi di pasar.

Inflasi yang terjadi karena naiknya biaya produksi
Inflasi yang kedua ini terjadi jika kecenderungan naiknya harga lebih diakibatkan karena naiknya biaya produksi, seperti naiknya upah tenaga kerja, naiknya harga bahan baku dan penolong, dan sejenisnya. Jika ini yang terjadi akibatnya adalah lebih buruk dari inflasi yang disebabkan karena naiknya permintaan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat grafik berikut :
images (1)

Adanya kenaikan biaya produksi menyebabkan produsen untuk cenderung mengurangi produksinya, yang berarti garis produsen/ penawaran ( S ) akan bergeser ke kiri menjadi garis ( S’ ). Akibat dari kejadian tersebut harga akan cenderung naik dari Po menjadi P1. Yang lebih buruk lagi, bahwa kenaikkan dalam harga tersebut tadi masih diperparah dengan semakin sedikitnya produksi, yakni dari Qo menjadi Q1. Dengan demikian semakin banyak rakyat kecil yang semakin tidak dapat menikmati komoditi tersebut. Dan akibat selanjutnya tentu akan lebih parah lagi.
Dan jika dilihat dari asalnya inflasi terbagi dalam :
=> Inflasi yang berasal dari dalam negeri
Yang dimaksud dengan inflasi dari dalam negeri adalah inflasi yang terjadi dikarenakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam negeri, seperti misalnya peredaran uang di dalam negeri yang terlalu banyak. Peredaran uang yang terlalu banyak akan menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada uang menjadi berkurang  ( karena mendapatkan uang relatif mudah ), dengan kata lain jumlah uang yang beredar lebih banyak dari yang dibutuhkan. Sehingga jika hasil produksi tidak meningkat maka orang lebih menghargai barang dari pada uang, sehingga kalau barang tersebut dijual, tentulah dengan harga yang tinggi. Jika semua komoditi mengalami demikian, maka muncullah inflasi.
=> Inflasi yang berasal dari luar negeri
Inflasi yang terjadi di negara lain seringkali merembet ke negara Indonesia. Proses terjadinya diawali dengan masuknya komoditi impor yang telah terkena inflasi ( harga naik ) di negara asalnya. Sehingga komoditi impor tersebut kita beli dengan harga yang mahal pula. Jika kemudian komoditi tersebut kita olah sebagai bahan baku untuk sebuah produk, maka tentu harga produk tersebut akan menjadi mahal. Dengan demikian semakin banyak kita mengimpor komoditi-komoditi yang telah terkena inflasi di negara asalnya, maka semakin terbuka kemungkinan terjadinya inflasi di Indonesia.
Sejak masanya ekonomi klasik pun telah muncul pendapat mengenai inflasi ini, menurut mereka inflasi lebih disebabkan karena pengaruh jumlah uang yang beredar. Inflasi menjadi lebih cepat muncul dan membengkak jika pandangan dan sikap masyarakat terhadap tambahan uang yang beredar tersebut telah sampai pada tindakan spekulatif terhadap barang yang mereka beli.
Sedangkan Keynes lebih melihat ‘keserakahan manusia’ sebagai sebab utama munculnya inflasi. Keynes menganggap bahwa keinginan manusia untuk hidup di luar batas kemampuannya akan menjadi pemicu utama terjadinya inflasi.
Sedangkan teori struktural, lebih menganggap masalah struktural seperti kondisi kebutuhan pokok ( terutama pangan ) menjadi awal mula terjadinya inflasi.
Jika kita perhatikan, maka inflasi memang akan membawa dampak yang kurang baik bagi beberapa aspek kegiatan ekonomi masyarakat, diantaranya ;
Pertama, inflasi akan menjadikan turunnya pendapatan riil masyarakat yang memiliki penghasilan tetap. Karena dengan penghasilan yang tetap mereka tidak dapat menyesuaikan pendapatannya ( menaikkan pendapatannya ) dengan kenaikkan harga yang disebabkan karena inflasi. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki penghasilan yang dinamis ( pedagang dan pengusaha misalnya ) justru biasanya akan mendapat manfaat dari adanya kenaikkan harga tersebut, dengan cara menyesuaikan harga jual produk yang dijualnya. Dengan demikian pendapatan yang mereka perolehpun secara otomatis akan menyesuaikan, dan tidak jarang dengan presentase yang lebih besar.
Kedua, inflasi menyebabkan turunnya nilai riil kekayaan masyarakat yang berbentuk kas, karena nilai tukar kas ( uang misalnya ) tersebut akan menjadi lebih kecil, karena secara nominal ( sesuai angka yang tertera di mata uang ) harus menghadapi harga komoditi per satuan yang lebih besar. Sebagai misal, jika uang Rp 10.000,- tadinya bisa dibelikan 10 kg beras yang berharga Rp 1.000,-/kg, maka setelah adanya inflasi uang Rp 10.000,- tersebut hanya dapat ditukarkan dengan 5 kg beras saja, karena sekarang harga beras menjadi lebih mahal ( Rp 2.000,-/kg ). Sebaliknya mereka yang memiliki kekayaan dalam bentuk aktiva tetap ( umumnya golongan ekonomi menengah ke atas ) justru diuntungkan dengan kenaikan harga akibat inflasi tersebut. Dengan demikian inflasi akan membuat jurang kesenjangan akan semakin lebar.
Ketiga, inflasi akan menyebabkan nilai tabungan masyarakat menjadi turun, sehingga orang akan cenderung memilih menginvestasikan uangnya dalam aktiva yang lebih baik, dari pada menabungkannya ke bank. Dengan gejala ini, tentulah akan mengoyahkan dunia perbankan sebagai salah satu sumber perolehan dana yang cukup penting di Indonesia.
Keempat, inflasi akan menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi terhambat, sebagai contoh, dari sektor perdagangan luar negeri, maka komoditi ekspor Indonesia menjadi tidak dapat lagi bersaing dengan komoditi sejenis di pasar dunia. Dari sektor kurs valuta asing sendiri, maka akan menyebabkan nilai rupiah mengalami depresiasi/penurunan nilai. Akibatnya nilai hutang luar negeri Indonesia menjadi membengkak. Dan masih banyak akibat-akibat kurang baik dari adanya inflasi.
Jika untuk sementara dilihat akibat-akibat buruk di atas, tampaknya benar komentar atau pendapat sebagian masyarakat mengenai inflasi. Namun jikalau kita kaji lebih mendalam, sesungguhnya inflasi yang melewati batas toleransi amanlah yang akan berakibat buruk seperti di atas. Sebagai gambaran, sesungguhnya inflasi itu menggambarkan bahwa di suatu negara ada kegiatan ekonomi, yang diperlihatkan dengan adanya kenaikan harga ( ekonomi yang dinamis ). Justru negara yang tidak memiliki inflasi yang perlu diragukan, apakah dinegara tersebut ada proses produksi, ada transaksi, dan ada kegiatan ekonomi lainnya ?
Meskipun banyak orang lebih melihat inflasi sebagai suatu yang merugikan, namun ada beberapa sisi positif dari adanya inflasi ini, yakni :
- Inflasi yang terkendali menggambarkan adanya aktivitas ekonomi dalam suatu negara.
- Inflasi terkendali merangsang masyarakat untuk terus berusaha bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraannya, agar tetap dapat mengikuti penurunan nilai riil pendapatannya.
Di dalam perekonomian Indonesia saat ini, telah ditempuh banyak kebijaksanaan untuk mengendalikan inflasi, dan selalu berusaha bahwa inflasi di dalam negeri akan diusahakan terus di bawah dua digit, mengingat pertumbuhan ekonomi kita yang meskipun sudah cukup tinggi ( +/- 8 % di tahun 1995/96 ), namun masih menghadapi masalah-masalah ekonomi lainnya. Sehingga dengan inflasi yang terkendali, diharapkan pemerintah memiliki kesempatan dan konsentrasi dalam memecahkan masalah ekonomi lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar