Bab I
Pendahuluan
I.1
Latar Belakang
Perekonomian
merupakan aktivitas ekonomi yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia di
belahan bumi manapun. Dan dalam perkembangannya perekonomian mengalami
transformasi, modernisasi bahkan inovasi dalam pengaplikasian penerapannya. Dan
tentu saja bersumber pada teori-teori atapun dasar-dasar ekonomi yang telah
ada. Namun, dalam praktiknya teori-teori ekonomi bersifat fleksibel sesuai
kebutuhan dari suatu Negara ataupun lingkup yang mengaplikasikannya.
Dalam makalah ini
akan dibahas suatu system perkonomian otentik atau khusus yang dimiliki Indonesia, yaitu system koperasi. Menurut
histori bapak koperasi Indonesia adalah bapak Moh.Hatta. dan dalam makalah ini
aka diurai dan dibahas bagaimana system koperasi diIndonesia berlangsung dan
dijalankan beserta dengan perkembangannya. Dengan demikian makalah ini dapat
membuka serta membangkitkan kembali system koperasi yang mumpuni untuk tetap
bertahan di era globalisasi ini. Karena, pada hakikatnya system koperasi adalah
system yang bersifat mufakat, adil dan menguntungkan bagi setiap anggotanya. Tanpa
mengikat serta memberatkan anggotanya.
Bab II
Pembahasan
Kondisi
Perkoperasian di Indonesia Saat Ini
Koperasi, mungkin bukanlah suatu hal yang baru di Negara Indonesia ini, akan
tetapi seiring berjalannya zaman, peranan koperasi nampaknya tergusur oleh
berbagai jenis usaha perekonomian yang pada masa kini makin berkembang.
Sebenarnya gagasan berdirinya koperasi sudah ada sejak tahun 1896, berasal dari
ide seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto dengan tujuan
awal untuk membantu pegawai-pegawai pemerintahan pada zamannya yang tak jarang
terlilit lintah darat atau rentenir. Akan tetapi, pada saat itu Pemerintah
Belanda kurang menyetujui adanya gagasan itu, dan hanya mendukung jenis-jenis
usaha lainnya seperti Bank Pertolongan, Bank Tabungan serta Bank Pertanian.
Pemerintah Belanda sendiri memiliki beberapa alasan mengapa mereka kurang
menyetujui pendirian koperasi, yakni :
a)
Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan
penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
b)
Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
c)
Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena
pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik
untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Akan
tetapi belum sampai di situ saja getaran nadi kehidupan perkoperasian
Indonesia, Begitupun dengan masa pendudukan Jepang, Jepang mendirikan koperasi
kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah
drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan
rakyat Indonesia. Dan barulah setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli
1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama
di Tasikmalaya. Hari itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Pada tahun 50-an, tumbuhlah koperasi bagai cendawan di musim penghujan. Maka
untuk menampung dan menyalurkan aspirasi murni anggota, di Bandung, 15 hingga
17 Juli 1953 diselenggarakan Kongres Koperasi Indonesia kedua. Di sana dengan
tinta emas dan tulus iklas Bung Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia,
itu semua dikarenakan semangat dan jasa beliau yang tak henti-hentinya
berjuang, mengembangkan landasan-landasan koperasi yang ideal bagi masa depan.
Kemudian, memasuki dasawarsa 60-an, lagi-lagi koperasi menemui batu sandungan.
Diselewengkan jadi alat politik, jauh keluar dari prinsip serta norma-norma
memperjuangkan perekonomian rakyat. Di dalam era NASAKOM jumlah koperasi
politik melonjak tak terkendali, sekedar memanfaatkan fasilitas Demokasi
terpimpin buat golongannya.
Dengan bergulirnya tonggak kepemimpinan dari Orde Lama ke Orde Baru,
Kebangkitan koperasi Indonesia setapak demi setapak terus bertindak. Diawal
dengan pembersihan karak dari warisan orde lama, disusul dengan pembenahan
organisasi yang telah porak poranda dan peningkatan sumber daya manusia. Fajar
terasa semakin dekat dengan lahirnya UU No. 12/1967. Pertanda koperasi
Indonesia diletakan kembali pada asas insan koperasi di seluruh pelosok
tanah air. Semenjak pelita I, Pemerintah dan masyarakat koperasi Indonesia telah
menemukan titik tolak pembangunan yang mantap, kokoh serasi dan
berkesinambungan. Dari tahap demi tahap pembenahan dan pengembangan selama
Pelita I dan Pelita II, pilar-pilar penyangga koperasi Indonesia mulai
terpasang dengan seksama. Antara lain, berkembangnya Badan Usaha Unit
Desa/Koperasi Unit Desa sebagai wadah perekonomian pedesaan. Dipersiapkan
kader-kader koperasi masa depan lewat pendidikan dan latihan yang intensif dan
terprogram.
Peran
koperasi dalam perekonomian nasional semakin tak terdengar gaungnya. Hal ini di
karenakan, koperasi yang identik dengan kalimat soko guru perekonomian nasional
nyatanya tak mampu memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan domestik
bruto (PDB). Koperasi yang masih aktif pun tidak sedikit yang pada praktiknya melenceng
dari tujuan utama, yakni meningkatkan kesejahteraan anggota. Menurut Guru Besar
Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), Prof. Dr. H. RM Ramudi Arifin,
SE, MSi, saat ini banyak koperasi yang pada praktiknya beroperasi dengan
paradigmaa perusahaan. Mereka sibuk memupuk pendapatan, keuntungan dan Sisa
Hasil Usaha (SHU). Nyatanya berdasarkan hasil penelitian yang ia lakukan
selama bertahun-tahun, koperasi yang berhasil memupuk SHU besar, memiliki
banyak asset, modal kuat, menjadi perusahaan besar, juga mendapat predikat
terbaik, belum tentu mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Selama
ini masalah perubahan paradigma tidak pernah menjadi isu sentral. Padahal,
orientasi koperasi ke ranah kapitalis seperti yang saat ini bergulir sangat berbahaya.
Saat ini saja, koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional hanya tinggal
sebatas jargon. Tanamkan paradigma bahwa koperasi besar bukan karena SHU atau
asset melainkan kesejahteraan anggota. Perubahan paradigma tersebut harus
dilakukan menyeluruh dan terintegrasi sinergis. Eksistensi koperasi jangan
sekadar menjadi perwujudan konstitusi. Lebih dari itu, keberadaan koperasi
harus dilihat sebagai kebutuhan.
Melencengnya paradigmaa sebenarnya salah satu dari beragam permasalahan yang
mencengkram dunia koperasi dewasa ini. Dalam prakteknya masih banyak masalah
melilit sektor perkoperasian khususnya terkait daya saing yang kian tergerus.
Potret
Koperasi Indonesia
Sampai
dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat
sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000
orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998
mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif
per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi
Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di
ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah
melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui
koperasi.
Secara
historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui
dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama,
dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula
ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka
pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya
pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk
menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah
keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990),
disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati
latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan
wirausahawan pribumi di desa).
Jika
melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita
kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya
justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari
keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang
terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau
sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi
dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa
sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun
program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan
kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi
yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian
koperasi.
Mengenai
jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001,
pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas
pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998.
Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat
ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya
pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai
prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini
menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan
usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu
jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola
spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis
koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang
jasa lainnya.
Struktur
organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga
kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal
ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam
membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya
dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya
perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah
arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah
otonom.
BAB
III
Kesimpulan
Secara historis
pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat
program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak
mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan
terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke
arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing
usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan
perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan
peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping
sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan
dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan
pribumi di desa).
Jika
melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita
kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya
justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari
keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang
terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau
sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi
dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa
sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun
program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan
kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi
yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian
koperasi.
*Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar