Pemerintah adalah ibarat seorang nahkoda yang
sedang menjalankan sebuah kapal. Di dalam jangka pendek ia harus dapat menjaga
kondisi kapalnya agar terhindar dari berbagai ancaman selama perjalanan.
Sedangkan di dalam jangka panjang, nahkoda tersebut harus berusaha agar
kapalnya dapat mencapai tujuan yang diinginkan/ dicita-citakan. Tentu saja
dalam kenyataannya perjalanan kapal yang dinahkodainya tidak semulus yang
direncanakan, banyak sekali rintangan dan masalah yang selalu mengintai dan
harus siap dipecahkan begitu muncul menghadangnya.
Itulah kira-kira gambaran mengenai peran
pemerintah di dalam kehidupan perekonomian suatu negara, tidak terkecuali
pemerintah Indonesia. Di dalam jangka panjang pemerintah harus mengantarkan
masyarakat Indonesia kepada kemakmuran, kesejahteraan lahir dan batin, serta
harus menghadapi masalah jangka panjang seperti masalah pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan di dalam jangka pendek pemerintah dituntut untuk selalu dapat
membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif/mendukung semua pihak. Sedangkan
dipihak lain masih harus menghadapi masalah-masalah ekonomi jangka pendek yang
terkenal dengan istilah ‘tiga penyakit pokok ekonomi’. Yang lebih akan kita
bahas dalam diktat ini adalah kondisi dan karakteristik tiga penyakit pokok
ekonomi tersebut. Dan sesungguhnya keberhasilan pemerintah dalam jangka panjang
tidak terlepas dari kemampuannya menangani masalah-masalah ekonomi jangka
pendek ini.
PENGANGGURAN
Meskipun banyak jenis pengangguran yang
muncul dalam perekonomian Indonesia, namun secara umum pengangguran akan lebih
banyak memberi dampak yang kurang baik bagi kegiatan ekonomi negara.
Pengangguran akan menyebabkan perekonomian berada kondisi di bawah kapasitas
penuh, suatu kapasitas yang dihaparkan. Pengangguran juga akan menyebabkan
beban angkatan kerja yang benar-benar produktif menjadi semakin berat,
disamping secara sosial pengangguran akan menimbulkan kecenderungan
masalah-masalah kriminalitas dan masalah sosial lainnya.
Sebelum lebih jauh kita bicarakan
pengangguran, kita lihat terlebih dahulu komposisi penduduk Indonesia. Dari
seluruh penduduk Indonesia, kita bagi dalam penduduk usia kerja ( PUK ), yakni
penduduk yang memiliki usia ‘pantas’ kerja yakni antara 15 tahun sampai dengan
65 tahun. Meskipun pada kenyataannya, seperti negara berkembang lainnya,
penduduk dengan usia di bawah 10 tahun pun telah bekerja. Sedangkan secara umum
penduduk di luar usia kerja tersebut dinamakan penduduk di luar usia kerja (
PDUK ), yakni para balita dan manula. Dari PUK masih dibagi dengan angkatan
kerja ( AK ) dan bukan angkatan kerja ( BAK ). AK adalah mereka yang memiliki
usia kerja yang seharusnya sedang bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Sedangkan BAK adalah mereka yang secara usia berada dalam kelompok usia kerja,
namun karena keadaan dan kondisi tertentu yang membuat mereka belum dapat
bekerja, yakni para pelajar, ibu rumah tangga, dan mereka yang menderita cacat.
Kelompok AK selanjutnya dibagi menjadi kelompok yang bekerja ( B ) dan yang
tidak bekerja ( TB ). Kelompok TB inilah yang benar-benar merupakan
pengangguran, karena mereka berada dalam usia kerja dan mereka tidak sedang
mencari ilmu, tidak juga seorang ibu rumah tangga, maupun cacat, namun tidak bersedia
bekerja. Inilah yang kemudian menjadi beban masyarakat. Sedangkan kelompok
bekerja adalah angkatan kerja yang benar-benar bekerja dan dibagi dalam bekerja
penuh ( BP ) dan setengah bekerja ( SB ). Yang dimaksud dengan bekerja penuh
adalah angkatan kerja yang memiliki jam kerja standar ( 7-8 jam kerja sehari ).
Sedangkan setengah bekerja, adalah angkatan kerja yang hanya bekerja kurang
dari jam kerja standar. Mungkin disebabkan sistem kerja shift yang diterapkan
oleh perusahaan. Setengah bekerja ini sendiri masih dibagi menjadi setengah
bekerja kelihatan dan setengah bekerja yang tidak keliatan.
Adapun jenis-jenis pengangguran yang dapat
disebutkan diantaranya adalah :
- Pengangguran friksionil : yakni penganggurang yang
terjadi karena seseorang memilih menganggur sambil menunggu pekerjaan yang
lebih baik, yang memberikan fasilitas dan keadaan yang lebih baik.
- Pengangguran struktural : yakni pengangguran yang
terjadi karena seseorang diberhentikan oleh perusahaan, karena kondisi
perusahaan yang sedang mengalami kemunduran usaha, sehingga terpaksa mengurangi
tenaga kerja.
- Pengangguran teknologi : adalah pengangguran yang
terjadi karena mulai digunakannya teknologi yang menggantikan tenaga manusia.
Seringkali pengangguran ini terjadi karena kemampuan dan keahlian pekerja yang
tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
- Pengangguran siklikal : yakni pengangguran yang
terjadi karena terjadinya pengurangan tenaga kerja yang secara menyeluruh,
dikarenakan kemunduran dan resesi ekonomi. Sehingga ini mirip dengan
pengangguran struktural, hanya pada pengangguran jenis ini, kejadiannya adalah
lebih meluas dan menyeluruh.
- Pengangguran musiman : yakni pengangguran yang
terjadinya dipengaruhi oleh musim. Jenis pengangguran ini sering terjadi pada
sektor pertanian. Misalnya ketika masa tanam dan panen, mereka
berbondong-bondong bekerja dan setelah masa tersebut mereka kembali tidak
memiliki pekerjaan.
- Pengangguran tidak kentara : yakni pengangguran
yang secara fisik dan sepintas tidak kelihatan, namun secara ekonomi dapat
dibuktikan bahwa seseorang tersebut sesungguhnya menganggur. Untuk memberi
gambaran mengenai pengangguran ini, kita pergunakan ilustrasi berikut :
Suatu unit produksi yang mempekerjakan 10
orang mampu menghasilkan output sebanyak 10 ton. Suatu ketika manajer produksi
mencoba mengurang tenaga kerja yang ada dalam unit produksi itu menjadi 5 orang
saja. Ternyata unit produksi yang hanya terdiri dari 5 orang tersebut tetap
dapat menghasilkan 10 ton. Dalam kejadian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
meskipun secara fisik ada 10 orang yang bekerja dalam unit produksi tersebut,
namun sesungguhnya ada lima orang yang menganggur, ini dibuktikan dengan output
yang tidak mengalami penurunan dengan adanya pengurangan tenaga kerja.
Terakhir adalah yang disebut dengan setengah
menganggur, yakni mereka yang bekerja dengan jam kerja di bawah rata-rata jam
kerja normal yang berkisar 7 sampai 8 jam sehari.
Selain istilah di atas, ada beberapa rasio
yang berkaitan dengan pengangguran tersebut. Rasio-rasio tersebut diantaranya
adalah :
- Dependency ratio, rasio ini menggambarkan seberapa
besar beban secara ekonomi yang sebenarnya ditanggung oleh penduduk usia kerja
terhadap penduduk di luar usia kerja. Formulasinya dapat dilihat pada lampiran.
- Tingkat partisipasi angkatan kerja, adalah rasio yang
mengukur seberapa besar dari penduduk yang berada dalam usia kerja yang
benar-benar merupakan angkatan kerja. Rasio-rasio lain mengenai pengangguran
dapat dilihat pada lampiran.
Secara umum tidak ada satupun negara yang
berhasil membebaskan negaranya 100 % dari pengangguran ini. Namun demikian jika
suatu negara dapat menyisakan pengangguran tersebut hanya untuk mereka yang
memang terpaksa tidak atau belum dapat bekerja ( karena manula, cacat, sedang
belajar ) hal ini sudah dapat dikatakan negara tersebut telah berada dalam
kondisi yang ‘full employment’ atau tingkat penggunaan tenaga kerja
penuh.
Di Indonesia sendiri pemerintah terus
berupaya mengatasi pengangguran ini, karena pemerintah dan masyarakat menyadari
bahwa pengangguran akan memiliki dampak negatif yang lebih besar. Beberapa
langkah dan kebijaksanaan pemerintah yang pernah, sedang dan akan dilakukan
diantaranya adalah :
1. Yang paling mendasar adalah dengan
mengatasi masalah kependudukan, yakni dengan mencoba mengendalikan pertumbuhan
penduduk, karena disadari bahwa pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat akan
memicu munculnya pengangguran di masa datang, jika tidak diimbangi dengan peningkatan
kegiatan produksi.
2. Dengan tidak melupakan prinsip APBN, akan
menambah sektor pengeluaran, baik itupengeluaran pemerintah maupun pengeluaran
dari sektor investasi swasta guna mendukung terciptanya peningkatan kegiatan
ekonomi yang diharapkan dapat membuka peluang dan kesempatan kerja yang lebih
banyak.
3. Di pihak lain dengan memberikan dan
mengarahkan pendidikan sumber daya ke arah yang lebih mendesak, dengan
memperbanyak pusat-pusat pelatihan kerja, serta dengan memberi kemudahan bagi
pengelolaan sekolah-sekolah kejuruan. Harapannya agar kemampuan tenaga kerja
Indonesia menjadi lebih siap dalam menyambut tantangan dunia kerja.
4. Usaha lainnya adalah dengan mencoba
membuka kesempatan dan lapangan kerja di daerah-daerah yang selama ini kurang
berkembang kegiatan ekonominya. Sehingga proses pemerintaan kesempatan kerja
menjadi lebih terjamin keberhasilannya, selain mengurangi konsentrasi tenaga
kerja di pulau jawa.
5. Tidak lupa di sektor luar negeri, mulai
digalakkannya ekspor jasa berupa tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri,
meskipun untuk langkah terakhir ini masih memerlukan usaha yang lebih keras
dari semua pihak,agar kepentingan dan nasib pekerja yang bekerja di luar negeri
lebih baik.
INFLASI
Banyak sudah komentar, pendapat, dan
pandangan mengenai apa yang disebut inflasi. Jika didengarkan secara sepintas
tampaknya komentar-komentar tersebut lebih mengarah pada suatu kesimpulan bahwa
inflasi tersebut berbahaya, inflasi itu sesuatu yang buruk bagi perekonomian.
Tidak jarang pula inflasi harus menerima tuduhan sebagai penyebab gagalnya
berbagai kegiatan ekonomi suatu negara. Benarkah demikian ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut mari
kita bahas secara sepintas masalah inflasi yang termasuk salah satu penyakit
ekonomi tersebut. Inflasi sering diartikan sebagai suatu kecenderungan naiknya
harga-harga secara umum dalam waktu dan wilayah tertentu. Dari pengertian itu
dapat diambil beberapa poin penting mengenai inflasi, bahwa inflasi ini terjadi
:
- Diwarnai kenaikkan harga-harga komoditi
secara umum, atau dapat dikatakan hampir setiap komoditi mengalami kenaikkan.
- Dapat diketahui dan dihitung jika telah
berjalan dalam kurun waktu tertentu dan dalam wilayah tertentu. Di Indonesia
sendiri digunakan waktu sebulan atau setahun dalam mengetahui terjadinya dan
besarnya inflasi yang terjadi.
Dengan demikian jika kenaikkan harga tidak
menyeluruh, atau jika menyeluruh namun hanya terjadi dalam kurun waktu yang
sangat singkat dan dalam wilayah tertentu yang terbatas, maka istilah inflasi
menjadi agak kurang tepat disebutkan.
Banyak ahli ekonomi kemudian mengulas dan
kemudian membagi inflasi ini menjadi beberapa pengertian menurut beberapa sudut
pandang.
Jika dilihat dari parah tidaknya, atau besar
kecilnya inflasi yang muncul, inflasi dapat dibagi dalam :
Inflasi ringan jika nilainya berkisar
|
0 % s/d 10 %
|
Inflasi sedang jika nilainya berkisar
|
10 % s/d 30 %
|
Inflasi berat jika nilainya berkisar
|
30 % s/d 100 %
|
Hyperinflasi jika nilainya
|
> 100 %
|
Perekonomian Indonesia sendiri pernah
mengalami keempat istilah tersebut.
Jika dilihat dari sebab-sebab kemunculannya
dibagi dalam :
Inflasi karena naiknya
permintaan
Inflasi karena naiknya permintaan, yakni
inflasi yang terjadi karena adanya gejala naiknya permintaan secara umum,
sehingga sesuai dengan hukum permintaan maka hargapun secara umum akan
cenderung naik. Proses terjadinya dapat dilihat dari grafik berikut :
Adanya kenaikan permintaan akan menyebabkan
garis permintaan ( D ) bergeser ke kanan menjadi garis ( D’), dan hal ini
mengakibatkan harga keseimbangan naik menjadi P1. Dan jika semua komoditi
mengalami kejadian seperti ini, maka inflasi akan muncul. Sisi baik dari
inflasi yang disebabkan naiknya permintaan ini adalah bahwa kenaikan dalam
harga juga diimbangi dengan naiknya komoditi yangg diproduksi, sehingga
meskipun harga naik, namun cukup tersedia komoditi di pasar.
Inflasi yang terjadi karena
naiknya biaya produksi
Inflasi yang kedua ini terjadi jika
kecenderungan naiknya harga lebih diakibatkan karena naiknya biaya produksi,
seperti naiknya upah tenaga kerja, naiknya harga bahan baku dan penolong, dan
sejenisnya. Jika ini yang terjadi akibatnya adalah lebih buruk dari inflasi
yang disebabkan karena naiknya permintaan masyarakat. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat grafik berikut :
Adanya kenaikan biaya produksi menyebabkan
produsen untuk cenderung mengurangi produksinya, yang berarti garis produsen/
penawaran ( S ) akan bergeser ke kiri menjadi garis ( S’ ). Akibat dari
kejadian tersebut harga akan cenderung naik dari Po menjadi P1. Yang lebih
buruk lagi, bahwa kenaikkan dalam harga tersebut tadi masih diperparah dengan
semakin sedikitnya produksi, yakni dari Qo menjadi Q1. Dengan demikian semakin
banyak rakyat kecil yang semakin tidak dapat menikmati komoditi tersebut. Dan
akibat selanjutnya tentu akan lebih parah lagi.
Dan jika dilihat dari asalnya inflasi terbagi
dalam :
=> Inflasi yang berasal dari dalam negeri
Yang dimaksud dengan inflasi dari dalam
negeri adalah inflasi yang terjadi dikarenakan peristiwa-peristiwa yang terjadi
di dalam negeri, seperti misalnya peredaran uang di dalam negeri yang terlalu
banyak. Peredaran uang yang terlalu banyak akan menyebabkan kepercayaan
masyarakat kepada uang menjadi berkurang ( karena mendapatkan uang
relatif mudah ), dengan kata lain jumlah uang yang beredar lebih banyak dari
yang dibutuhkan. Sehingga jika hasil produksi tidak meningkat maka orang lebih
menghargai barang dari pada uang, sehingga kalau barang tersebut dijual,
tentulah dengan harga yang tinggi. Jika semua komoditi mengalami demikian, maka
muncullah inflasi.
=> Inflasi yang berasal dari luar negeri
Inflasi yang terjadi di negara lain
seringkali merembet ke negara Indonesia. Proses terjadinya diawali dengan
masuknya komoditi impor yang telah terkena inflasi ( harga naik ) di negara
asalnya. Sehingga komoditi impor tersebut kita beli dengan harga yang mahal
pula. Jika kemudian komoditi tersebut kita olah sebagai bahan baku untuk sebuah
produk, maka tentu harga produk tersebut akan menjadi mahal. Dengan demikian
semakin banyak kita mengimpor komoditi-komoditi yang telah terkena inflasi di
negara asalnya, maka semakin terbuka kemungkinan terjadinya inflasi di
Indonesia.
Sejak masanya ekonomi klasik pun telah muncul
pendapat mengenai inflasi ini, menurut mereka inflasi lebih disebabkan karena
pengaruh jumlah uang yang beredar. Inflasi menjadi lebih cepat muncul dan
membengkak jika pandangan dan sikap masyarakat terhadap tambahan uang yang
beredar tersebut telah sampai pada tindakan spekulatif terhadap barang yang
mereka beli.
Sedangkan Keynes lebih melihat ‘keserakahan
manusia’ sebagai sebab utama munculnya inflasi. Keynes menganggap bahwa
keinginan manusia untuk hidup di luar batas kemampuannya akan menjadi pemicu
utama terjadinya inflasi.
Sedangkan teori struktural, lebih menganggap
masalah struktural seperti kondisi kebutuhan pokok ( terutama pangan ) menjadi
awal mula terjadinya inflasi.
Jika kita perhatikan, maka inflasi memang
akan membawa dampak yang kurang baik bagi beberapa aspek kegiatan ekonomi
masyarakat, diantaranya ;
> Pertama, inflasi akan menjadikan turunnya pendapatan
riil masyarakat yang memiliki penghasilan tetap. Karena dengan penghasilan yang
tetap mereka tidak dapat menyesuaikan pendapatannya ( menaikkan pendapatannya )
dengan kenaikkan harga yang disebabkan karena inflasi. Sebaliknya, bagi mereka
yang memiliki penghasilan yang dinamis ( pedagang dan pengusaha misalnya )
justru biasanya akan mendapat manfaat dari adanya kenaikkan harga tersebut,
dengan cara menyesuaikan harga jual produk yang dijualnya. Dengan demikian
pendapatan yang mereka perolehpun secara otomatis akan menyesuaikan, dan tidak
jarang dengan presentase yang lebih besar.
> Kedua, inflasi menyebabkan turunnya nilai riil kekayaan
masyarakat yang berbentuk kas, karena nilai tukar kas ( uang misalnya )
tersebut akan menjadi lebih kecil, karena secara nominal ( sesuai angka yang
tertera di mata uang ) harus menghadapi harga komoditi per satuan yang lebih
besar. Sebagai misal, jika uang Rp 10.000,- tadinya bisa dibelikan 10 kg beras
yang berharga Rp 1.000,-/kg, maka setelah adanya inflasi uang Rp 10.000,-
tersebut hanya dapat ditukarkan dengan 5 kg beras saja, karena sekarang harga
beras menjadi lebih mahal ( Rp 2.000,-/kg ). Sebaliknya mereka yang memiliki
kekayaan dalam bentuk aktiva tetap ( umumnya golongan ekonomi menengah ke atas
) justru diuntungkan dengan kenaikan harga akibat inflasi tersebut. Dengan
demikian inflasi akan membuat jurang kesenjangan akan semakin lebar.
> Ketiga, inflasi akan menyebabkan nilai tabungan
masyarakat menjadi turun, sehingga orang akan cenderung memilih
menginvestasikan uangnya dalam aktiva yang lebih baik, dari pada menabungkannya
ke bank. Dengan gejala ini, tentulah akan mengoyahkan dunia perbankan sebagai
salah satu sumber perolehan dana yang cukup penting di Indonesia.
> Keempat, inflasi akan menyebabkan laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi terhambat, sebagai contoh, dari sektor perdagangan
luar negeri, maka komoditi ekspor Indonesia menjadi tidak dapat lagi bersaing
dengan komoditi sejenis di pasar dunia. Dari sektor kurs valuta asing sendiri,
maka akan menyebabkan nilai rupiah mengalami depresiasi/penurunan nilai.
Akibatnya nilai hutang luar negeri Indonesia menjadi membengkak. Dan masih banyak
akibat-akibat kurang baik dari adanya inflasi.
Jika untuk sementara dilihat akibat-akibat
buruk di atas, tampaknya benar komentar atau pendapat sebagian masyarakat
mengenai inflasi. Namun jikalau kita kaji lebih mendalam, sesungguhnya inflasi
yang melewati batas toleransi amanlah yang akan berakibat buruk seperti di
atas. Sebagai gambaran, sesungguhnya inflasi itu menggambarkan bahwa di suatu
negara ada kegiatan ekonomi, yang diperlihatkan dengan adanya kenaikan harga (
ekonomi yang dinamis ). Justru negara yang tidak memiliki inflasi yang perlu
diragukan, apakah dinegara tersebut ada proses produksi, ada transaksi, dan ada
kegiatan ekonomi lainnya ?
Meskipun banyak orang lebih melihat inflasi
sebagai suatu yang merugikan, namun ada beberapa sisi positif dari adanya
inflasi ini, yakni :
- Inflasi yang terkendali menggambarkan
adanya aktivitas ekonomi dalam suatu negara.
- Inflasi terkendali merangsang masyarakat
untuk terus berusaha bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraannya, agar
tetap dapat mengikuti penurunan nilai riil pendapatannya.
Di dalam perekonomian Indonesia saat ini,
telah ditempuh banyak kebijaksanaan untuk mengendalikan inflasi, dan selalu
berusaha bahwa inflasi di dalam negeri akan diusahakan terus di bawah dua
digit, mengingat pertumbuhan ekonomi kita yang meskipun sudah cukup tinggi (
+/- 8 % di tahun 1995/96 ), namun masih menghadapi masalah-masalah ekonomi
lainnya. Sehingga dengan inflasi yang terkendali, diharapkan pemerintah
memiliki kesempatan dan konsentrasi dalam memecahkan masalah ekonomi lainnya.